Semi
diary dalam blog? Bisa jadi kawan, hhehe. Mungkin itu karena efek novel yang
mulai aku garap 3 tahun lalu (tepat saat liburan kelulusan SMP masuk SMA,
mengisi kesuntukkan berkepanjangan) macet. Mogok bertahun-tahun tanpa sempat
editing dan finishing. Hhaha, jadi curhat lagi kan. Ah, gak asih mah aku terus
yang curhat. Gantian, kawan yang pengen curhat tulis komentarnya di kolom
komentar ya. Atau kirim ke email si Hana.
Masuk
ke intinya ya =)
Aku
belum pernah pergi sendiri ke luar provinsi, paling dengan teman-teman atau
dengan keluarga. Dan kali ini menjadi tantangan sendiri untukku melakukannya
sendiri. Aku yang belum punya pengalaman pergi jauh sendiri, ini menjadi
pengalaman pertama dengan modal nekat. Yakin.
Semua
teman yang pernah ke Yogjakarta dengan bus maupun dengan kereta semua aku
hubungi. Dengan embel-embelan aku bingung dan habis ‘nangis’ karena bingung
gimana nanti kesananya. Ini memang benar-benar kenekadtan yang benar-benar
NEKAD! (But, it’s really really fun guys. Hhehe, biarpun dengan bumbu tangisan
kkk~)
Aku
modal nekad ikut seminar kepenulisan di UGM. Selain karena aku kagum dengan
prinsip-prinsip yang ditanamkan sang pembicara Tere Liye (baca: fans berat Tere
Liye). Aku suka menulis dan ada tante disana (baca: sekalian liburan di Kota
Pelajar). Akhirnya nekad aja asal-asalan ikut ngirim artikel (karya sendiri)
untuk syarat ikut seminar. Tema dan jenis artikelnya pun bebas. Hanya
ditentukan 500-1000 kata.
Apa
yang aku tulis? Mengalir saja,aku membuat artikel individu kenapa aku tertarik
ikut seminar dan manfaat yang aku dapat disana kalau lolos ikut seminar nanti.
Sebelum aku bertemu dengan pamflet seminar ini ada satu buku yang membuatku
tergugah untuk membuat keterbatasanku menjadi nilai positif yang aku miliki. Ya
buku “DIKTAT BISNIS MAHASISWA GALAU” (penulis : Vivi Al-Hinduan). Buku yang aku
peroleh di bazar buku di Universitasku nanti (InsyaAllah).
Keterbatasanku
adalah, instansi. Kuliah belum terdaftar, berkerjapun belum! Instansi mana yang
hendak aku tulis? Ya itu gejolak yang aku alami saat menulis artikel.
Dalam
buku tersebut, kak Vivi mengarang instansi untuk seminar bisnis juga. Bukan
untuk maksud menipu, tapi untuk mencari bekal ilmu bisnis beliau. Sama halnya
dalam pemasaran sebuah bisnis. Misal strategi Mbah Mo, wiraswasta pedagang bak
mi sukses khas Yogyakarta. Beliau mengirim sms ke stasiun radio dengan format
akhir (setiap sms yang beliau kirim) –dari Mbah Mo, Bakmie. Karena rasa
penasaran membuat pemasaran. Hhehe. Itu strategi bisnis yang unik.
Haduh!
Malah nikung ke bisnis. Lanjut ke “Seminar Kepenulisan”.
Nah
aku tertarik untuk mencantumkan nama SMAku. Benar aku sudah lulus, tapi sebagai
pihak transisi seperti ini instansi mana yang cocok aku tulis? Anak kuliahan
belum dilantik (MOS), anak SMA udah lulus. InsyaAllah, aku tidak akan mencoreng
reputasi tempat yang memberiku kenangan indah selama kurang lebih 3 tahun.
Dengan, basmalah aku memutuskan untuk mencantumkan nama SMAku sebagai
instansiku.
Setelah
berkutik berhari-hari menunggu konfirmasi, sekarang aku bingung transportasi
kesana. Sangking bingung dan gusarnya aku memilih untuk tertidur lelap usai
sholat tarawih hingga sahur datang menyambut.
Hingga
akhirnya seusai sahur, aku memutuskan untuk naik bus. Sebelumnya terpikir
dibenakku untuk naik kereta. Tapi aku tidak terlalu yakin aku bisa mendapatkan
tiket beberapa menit sebelum keberangkatan di akhir pekan seperti ini. Akhirnya
dengan teman angin pagi yang cukup dingin membuat tulang-tulangku mulai ngilu.
Aku berangkat dari Semarang pukul 04.30 WIB.
Kurang
lebih selama 4 jam perjalanan dengan hati yang cukup gusar (terkesan dibuat
tenang) akhirnya aku sampai di pemberentian terakhir. Terminal Giwangan. Bulek
sudah menungu disana, aku menoleh sisi kanan-kiri. Bulek dimana? Sempat ada
bapak-bapak tukang ojek yang menawarkan jasa, belum sempat aku menjawab tawaran
bapak tadi seruan bulek dari sebrang sana membuatku lantas berlari ke arah
bulek.
Tepat
pukul 08.50 WIB aku sampai di gedung Seminar Timur Fisipol UGM. Hampir separuh
peserta sudah hadir disana. Aku berbenah diri untuk pergi ke kamar kecil. Ho ho
ho, sudah hampir jam 9 tapi mana si abang? Acara juga belum dimulai.
Hana!
Dari kejauhan aku melihat sosok bersahaja itu, Tere Liye. Mengenakan kaos warna
putih dengan sweater (yang aku kira tadinya jas) warna merah tergelantung
begitu saja di bahu kanannya. Ah, untuk beberapa waktu aku merasa terbang di
awan bertemu kakak lama yang terpisahkan. Hhaha =D
Masuk
ke pambahasan inti :
Karena
peserta yang terbatas (150 orang) untuk sebutan seminar, maka bang Tere
memutuskan untuk membuat ‘Workshop Kepenulisan’ sekarang. Dengan fasilitas
notebook dan alat tulis yang disediakan panitia semua peserta diminta untuk
membuat 1 paragraf yang didalamnya terdapat kata hitam. Berulang kali, ya misi
Bang Tere adalah mengajarkan kita untuk menulis dengan cara pandang yang
berbeda. Itu poin pertama dalam menulis. Cara pandang yang berbeda.
Semua
mengalir dengan indah. Dan dalam kesempatan kedua karangan paragrafku tentang
hitam dibacakan si abang. Walau dengan gelak tawa karena aku salah menyebutkan
hasil gradasi antara hitam dan pulih adalah silver (padahal kan abu-abu). Kakak
yang humoris dan friendly. Aku melihat kakakku yang terpisah selama ini
dengan dekat, dengan jarak kurang dari sejangkah. Kakak~
Ada
karangan dari salah satu peserta tentang mulut yang berkesan untukku, tentu
saja aku mengetahuinya karena karangan itu juga berkesempatan untuk dibacakan
oleh kakak (Tere Liye). Kurang lebihnya seperti ini :
Mulut
rakyat bungkam membisu dengan kebijakan pemerintah. Karena pemungutan yang
dilakukan oleh pemerintah. Ya, pemungutan suara. Pemilu!
*Maaf,
karangan aslinya tidak seperti itu. Tata bahasanya lebih indah, itu hanya
review inti dari karangannya. Maaf kak jadi aku rusak karya kakak. Tapi disini
sudut pandang yang berbeda ditambah tata bahasa yang indah, sunggu menarik.
Mungkin di chanel youtube #RamadhanDiKampusUGM ada. Coba cek?
Dan
yang unik lagi menurutku adalah saat sesi tanya jawab. Ada salah seorang peseta
yang yang menanyakan apa motivasi Bang Tere menulis novel “Negeri Para
Bedebah”? Karena usai saya (peserta yang bertanya) membaca novel tersebut
muncul benih-benih kebencian pada pemerintah.
Apa
jawaban Bang Tere? Simple : Reaksi pembaca itu berbeda-beda.
Kalian
pernah baca novel “Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin”? Yang
menceritakan kisah seorang gadis yang menyimpan perasaaannya pada seorang
pemuda yang dia cintai? Tapi apa yang terjadi? Gadis itu sungguh terlambat
mengatakan cinta, karena si pemuda sudah menikah. Saat menulisnya saya tidak bermaksud
menanamkan nilai untuk segera menyatakan cinta saat itu juga, Dek. Karena kalo
gadis itu bilang saat itu juga dan yang pemuda menjawab I love you back. Game
over. Ndak ada itu novel “Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin”. Ini
bukan masalah endingnya, melainkan ceritanya itu sendiri. Apa kalau gadis itu
mengatakan cintanya langsung dia bisa menjadi gadis di akhir cerita? Yang
mengejar mimpi-mimpinya untuk cintanya? Hingga dia berhasil mendapat beasiswa
ke LN?
Pun
sama, Dek. Saya menulis novel “Negeri Para Bedebah” karena saya penuh kasih
sayang pada negeri ini, Dek. Simple, keperdulian. Akhirnya ada di novel “Negeri
Di Ujung Tanduk”. Keperdulian sekecil apapun yang kita lakukan sekarang akan
mengubah tabir kehidupan esok lusa.
Motivasi
saya menulis adalah saat melihat anak saya, keponakan saya, remaja,
pemuda-pemuda bangsa ini nanti akan baca apa? Apa yang mereka harus baca?
Setidaknya harus ada bacaan yang mengantarkan mereka untuk mengubah bangsa
Indonesia ke masa depan yang gemilang.
Walau
kasih sayang itu sering disalah artikan, dan membuat diri saya terjatuh ke
lubang terendah. Tapi setiap orang memiliki permata indah masing-masing di
dalam hati, Dek. Setiap keadaan sulit datang, saya panggil motivasi saya yang
tertaman di dalam hati. Menyulutkan api semangat saat semua sudah porak
poranda.
Kurang
lebih seperti ituah ulasan dari Bang Tere yang membekas dalam memoriku hingga
detik ini. Bahwa setiap orang pasti mengalami masa-masa sulit. Tapi diawal kita
memiliki niat (motivasi) untuk melakukannya. Hingga saat masa sulit itu datang,
hadirkanlah motivasi indah yang tertanam di dalam hati. Hadirkan, dan nyalakan
api semangat.
What can I do? (nothing)
I need Allah.
Sukron Ya Rabbii. It’s my first
trip without friends and I find friends in my trip.
Sekian.
Semoga Bermanfaat.
Selamat
beraktifitas, salam ceria dari Hana.