Asal Usul Kain Sutra
Pada zaman dahulu kala, saat perang masih berkecamuk, raja
mengkhawatirkan nasib kerajaannya. Suatu malam ia berjalan mondar-mandir di
taman di bawah cahaya rembulan. Keningnya berkerut, menggambarkan roman
wajahnya. Perang semakin memburuk, dan situasi berubah begitu cepat. Istananya
tak lama lagi akan diserbu oleh musuh
Puteri memperhatikan kegundahan ayahnya malam itu, ia kemudian
mendatangi ayahnya dan berkata, “Ayah, masalah apakah yang membuatmu sangat
bersedih?”
“Ah, putriku, apa yang sedang kau lakukan di sini pada tengah
malam? Kau seharusnya sudah tidur”
Raja menasehatinya dengan lembut, kepada putri satu-satunya yang
tak hanya cantik namun juga pintar. Semua orang di kerajaan menyayangi dan
menghormati sang putri
“Jangan mengkhawatirkanku ayah. Tolong katakan padaku, apa yang
mengusik pikiranmu”
“Kau tak perlu tahu tentang hal itu. Jika kau turut
mengkhawatirkannya hanya akan menambah kegelisahanku saja” jawabnya
“Ayah, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu kita dalam masa perang.
Katakanlah permasalahan yang ada, mungkin aku bisa membantu”
Raja terdiam sejenak, dan berkata, “Baiklah. Mungkin lebih baik
aku mengatakannya padamu daripada kau mendengarnya dari luar sana. Jika kau
ingin tahu, perang semakin menimbulkan dampak yang buruk bagi kita. Setiap
harinya ada ribuan prajurit kita gugur di medan perang. Dan aku tak akan bisa
menyelamatkan kerajaan jika tak segera membuat perubahan”
Putri kemudian menjawab “ Ayah, aku tahu lebih dari yang kau
pikirkan. Tak hanya terhadap sulaman yang kupergunakan untuk mengisi waktu. Aku
sekilas juga tahu prajurit kita berkurang dan sepertinya aku punya ide yang
dapat menolong kita”
“Oh?” raja terkejut.
“Apapun yang terjadi, kita harus menyelamatkan kerajaan. Aku
berencana menawarkan diriku sendiri demi kebaikan semua orang, ayah. Katakan
pada jendral-jendral untuk membuat sebuah pengumuman besok. Katakan pada mereka
aku akan menikahi siapapun yang bisa menebas kepala dari komandan musuh. Aku
akan dengan senang hati menjadi istri seorang pemberani. Dan bayangkan apa yang
akan terjadi ayah. Dengan adanya komandan yang mati, musuh akan mundur dan
merubah jalannya perang”.
“Apa kau sadar dengan yang kau katakan? Ini sangat mulia dan tanpa
pamrih jika kau ingin menawarkan dirimu pada pria yang membunuh jendral musuh. Namun
pria yang menikahimu bisa juga menjadi pewaris tahtaku”
“Ayah, pria pemberani manapun yang mampu membunuh komandan musuh
pastilah pria yang hebat. Tentu ia akan menjadi suami yang baik untukku dan
pengganti yang cakap bagimu”
Raja tergerak dengan ketaatan putrinya, “Baiklah, mungkin kau
benar. Dan idemu bisa saja berlanjut. Mari kita mencobanya putriku. Mungkin kau
bukan seorang anak-anak lagi”
Keesokan harinya raja meminta sebuah pengumuman agar di buat di
seluruh penjuru kerajaan: Putri akan menikahi siapapun yang mampu membunuh
komandan musuh dan membawa pulang kepalanya. Dan pangeran yang baru akan
mewarisi tahta.
Tetapi para menteri keberatan “Ini adalah rencana yang tak waras
Yang Mulia. Seharusnya kita lebih seletif terhadap dalam memilih suami untuk
puteri sebab ia akan menjadi raja baru. Hal ini adalah permasalah yang berat
serta membutuhkan pertimbangan dan konsultasi yang panjang”.
“Ini permintaan putriku dan aku berada di pihknya. Pengumuman
harus terpasang seperti yang aku minta”
Para menteri menggerutu sendiri untuk menyusun jawaban. Suara
ringkikan kuda terdengar di taman istana dan gemuruh derap langkah menyurut
mengaraha gerbang istana. Cukup aneh, tapi tak ada satupun yang memikirkan hal
tersebut hingga keesokan paginya.
Pada saat subuh, semua orang di istana terbangun dengan pukulan
genderang kemenangan dan suara sorak sorai. Raja dan puteri berlari dari kamar
tidur, masih dengan penampilan kusut guna melihat hal yang membangkitkan rasa
ingin tahu. Pasukan-pasukan bersama-sama keluar di lapangan, penuh kegembiraan
dan semangat.
Sebelum menanyakan apa yang terjadi, raja mendengar ringkikan
keras dari kuda di arah taman istana. Suara yang sama yang ia dengar sore hari
sebelumnya. Berpikir seorang jendral mungkin akan mengumumkan kemenangan, raja
buru-buru menuju taman.
Disana berdiri seekor kuda jantan putih dengan tubuh yang tertutup
busa dan darah, Di mulutnya ia memegang kepala dari jendral tertinggi musuh dan
ketika melihat sang raja, ia menggoyangkan ekornya dan menjatuhkan kepala
tersebut di depan kaki sang raja. Seorang prajurit berlari maju dan berlutu di
depan raja.
“Yang Mulia, ini tak bisa dipercaya. Kuda ini menyerang jendral
musuh dan menebas kepalanya. Dengan pimpinannya yang tewas, musuh kita berada
dalam ketakutan dan bergerak mundur dari peperangan”.
Sementara prajurit berbicara, si kuda mengangguk sebagai penanda
kebenaran dari cerita tersebut. Raja memeluk kuda dan mengusapnya dengan
bahagia.
“Oh, kuda pemberani. Kau adalah kuda hebat yang membawa kami dalam
kemenangan”
Semenjak saat itu raja menyimpan kuda tersebut di kandang
tersendiri dengan pelayan khusus dan menjadikannya sebagai tunggangan pribadi.
Namun puteri tidak puas. Raja diam-diam menyadari bahwa ini adalah
kuda dan bukan manusia, yang telah membawa kepala jendral musuh. Sekarang tak
ada permasalahan ketidakpuasan menantu atau pewaris tahta yang tak sesuai
seperti yang ditakutkan para menteri. Raja tak lagi menganggam dirinya terikat
dengan peraturan dari pengumuman tersebut. Tapi puteri sangat berbeda jalan pikirannya
dengan sang raja sehingga iapun berkata, “Ayah, aku sudah menganggap kuda itu
adalah suamiku. Untuk menepati kata-kataku, aku tak akan menikahi siapapun”
“Omong kosong apa yang kau bicarakan, jangan memberikan perhatian
pada kuda itu. Aku sudah memberi perlakuan terbaik daripada kuda-kuda istana
lainnya”
Sang puteri bersikeras bahwa jiwanya yang menikahi kuda tersebut, “Ayah,
aku harus melakukan hal yang benar. Saat kau sebagai raja, membuat keputusan,
ini akan menjadi peraturan yang tak bisa diubah. Seorang raja, lebih dari pria
manapun harus menjaga janjinya terhadap manusia bahkan monster sekalipun. Dan
aku adalah puterimu. Karenanya aku harus hidup dengan kuda itu hingga mati”.
Ketetapan hati sang puteri membuat ayahnya tak senang. Sebenarnya
ia sedih dengan penolakan putrinya untuk tak menikahi siapapun. Namun yang
menjadi persoalan serius adalah ia tak akan memiliki penerus akibat keteguhan
putri dengan kebodohannya. Dengan rasa kesal, ia menyuruh seorang bawahannya
untuk membunuh kuda tersebut.
Ketika puteri mendengar hal tersebut, ia berlari menuju ayahnya “Tidak!
Tidak! Yang Mulia. Bagaimana bisa kau memikirkan hal itu padahal kuda tersebut
sudah menyelamatkan kerajaan? Ini bertentangan dengan Tuhan. Kumohon batalkan
perintahmu”
Raja menyadari dirinya bereaksi tergesa-gesa, ia kemudian
menenangkan putrinya, “Aku akan mempertimbangkan. Jika kau ingin menyelamatkan
hidup dari kuda, sederhana berjanjilah padaku kau akan menyerah dengan ide gila
dari pernikahan spiritual. Perhatikan dirimu tak bersama kuda lagi dan ia akan
bisa hidup”.
Reaksi sang putri sangat tak terduga. Matanya memancarkan
kemarahan “Yang mulia, bagaimana bisa kau melanggar janjimu? Kau seorang raja,
dan kata-katamu adalah peraturan bagi kerajaan ini. Jika kau tak akan memenuhi
janjimu maka aku yang akan melakukannya”.
Dan kini raja murka. Ia malu ditantang oleh puterinya sendiri
dihadapan para menteri “Apa yang kau tunggu, kuperintahkan untuk membunuh kuda
itu segera”.
“Ayah! Tolong, aku tak bermaksud membuatmu marah. Tolong pertimbangkan”.
Puteri berlutut di depan raja sambil menarik legannya. Meskipun ia
memohon dengan sangat, terdengar pekikan dari taman. Kuda itu mati.
Raja hanya ingin mengubah pikiran puterinya, namun kemarahan dan
harga diri melebihi segalanya. Dan kini ia mendapatkan kembali kesabarannya,
namun ini sudah terlambat. Ia meminta anak buahnya menguliti kuda dan
menggantungnya secara tersembunyi di sebuah pohon di taman. Esok paginya puteri
datang ke taman dan menghabiskan hari itu untuk berkabung (atas kuda yang telah
mati).
Suatu hari terdengar suara teriakan dari taman. Saat orang-orang
di istana berlari untuk menyelidiki mereka melihat hal yang aneh. Puteri
membungkus dirinya dengan kulit kuda. Dan mereka terlihat ketakutan, sebuah
hembusan angin keras bertiup dari langit yang cerah dan membawa sang puteri.
Raja sangat menyesal dan ia merana akan kehilangan putrinya.
Selanjutnya kesehatannya memburuk dan ia hanya berbaring sepanjang musim. Di
musim semi datang sebuah kabar bahwa kulit kuda ditemukan tergantung di sebuah
pohon di area terpencil di kerajaan. Raja bergegas menyelidiki kabar tersebut
dan menemukan kulit itu, tak pelak lagi itu adalah kulit yang sama dengan yang
tergantung di taman istana namun telah mengalami pembusukan.
“Sudahlah. Jika kulit kuda sudah membusuk, maka puteriku juga
sudah mati”
Ia putus asa memikirkan tubuh puterinya yang hilang.
“Buang daging busuk ini” perintahnya, dan ia menangis demi
puterinya
Seorang menteri menurunkan kulit itu dan memperhatikan adanya ulat
yang tak biasa di bagian dalam kulit. Ia mempelajarinya beberapa saat dan
kemudian berkata ”Yang Mulia. Saya yakin ini adalah jiwa dari sang puteri.
Kesetiaannya pada kuda membuatnya berubah menjadi ulat ini”.
“Mengapa kau mempercayainya?” tanya sang raja
“Perhatikan dengan dekat, yang mulia. Anda akan melihat bahwa
mulut ulat ini mirip dengan mulut kuda. Dan jika Anda amati Anda akan melihat
bahwa ia menggigit daun seperti kuda mengunyah rumput. Dan kulit lembut ulat
ini menunjukkan kecantikan dan kelembutan puteri kita”
Raja mengamati ulat tersebut memakan pohon aneh dan kemudian ia
menangis lagi, meratap “Baiklah!, puteriku kau sekarang terlahir menjadi ulat”.
Ia kemudian meminta sang menteri membawa pulang ulat ke istana dan
ia akan memeliharanya dengan baik.
Dibawah pengawasan menteri, ulat itu berkembang biak. Raja
mengirimkannya ke orang-orang yang mencintai sang puteri. Bertahun-tahun ulat
itu ada di setiap desa. Orang-orang merawatnya dengan baik, kulitnya yang putih
susu dan benang yang dihasilkan dapat dipintal menjadi kain terbaik. Orang
memberi makan ulat tersebut mulberry, yakni pohon dimana ulat tersebut
ditemukan.
Dikatakan juga bahwa hingga saat ini ulat sutera memproduksi
benang lembut dari mulutnya karena ia adalah reinkarnasi sang puteri yang sangat
terkenal akan sulaman terbaiknya. Di area terpencil di negara, wanita masih
percaya bahwa memakan ulat sutera mentah dapat membuat kulit selembut kulit
sang puteri. Namun entah ini fakta ataupun gurauan belakan, tak ada satupun
yang mampu mengatakannya.