Aku masih memandangi setiap lekuk
wajahnya. Memandangi betapa seriusnya ia memainkan gitarnya. Orang yang aku
kagumi sejak aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Orang yang cukup berbakat dalam
bermain gitar. Orang yang menjadi teman curhatku sejak kita sama – sama masuk
ke kelas 12 A . Dan orang yang menghiasi hidupku dengan alunan lembut gitar
yang di mainkannya.
Tiba
– tiba dia menoleh ke arahku. Ketika mata kami bertemu aku cukup terkejut dan
akhirnya dengan cepat kualihkan pandanganku ke arah lain. Dia hanya tersenyum
lalu fokus kembali pada jari – jarinya yang terus memetik gitarnya. Lalu dua
teman laki – lakinya tiba – tiba muncul, meneriakkan namanya.
“Jenooo…!!!”
seru dua orang laki – laki tersebut. Benar sekali, namanya Jeno. Dialah yang
mecuri hatiku ketika pertama kali aku masuk ke kelas 12 A ini. Kemampuannya
bermain gitar membuatku kagum saat aku melihatnya pertama kali di kelas ini.
Kemudian kami saling berkenalan dan pada akhirnya menjadi teman yang cukup
akrab. Dia banyak bercerita padaku tentang para mantan yang telah
ditinggalkannya dan beberapa dari mereka masih da yang di sukainya. Dia belum
mengetahui bahwa aku mengangguminya. Dan pasti rasa kagum itu sebentar lagi
akan berubah menjadi rasa suka, lalu berubah menjadi rasa sayang. Aku sudah
memberinya banyak kode agar dia tahu apa yang aku rasakan. Tapi sampai sekarang
dia belum bisa merasakannya.
“Iya,
ada apa,” tanya Jeno ringan pada teman yang memanggilnya tadi. Sejenak ia
menghentikan bermain dengan gitarnya. Lalu berbincang – bincang dengan temannya
tersebut.
“Sebentar
lagi ada lomba band disekolah kita. Dan aku yakin pasti band kita yang akan di
tunjuk,” kata salah seorang temannya yang bernama BamBam. “Lalu?” jawab Jeno
singkat.
“Yang
menjadi permasalahan vokalisnya harus wanita!! Sedangkan aku, kau, dan BamBam
adalah laki – laki!!” kata laki – laki yang bernama Danny tersebut dengan
sedikit emosi. Jeno memang memiliki sebuah band yang sampai saat ini belum
diberi nama. Jeno bertugas bermain gitar dan vokal, Danny juga memegang gitar,
dan BamBam kajon, sesuai dengan postur tubuhnya yang cukup berisi. Sekolah
memang akan mengadakan lomba band untuk memperingati ulang tahun sekolah. Dan
harus bergenre akustik. Cocok dengan genre band mereka. Mereka bingung karena
vokalisnya harus perempuan. Sedangkan mereka semua laki – laki.
Di
kelas hanya ada aku yang terlihat sibuk membaca novel tetapi sebenarnya aku
mendengarkan pembicaraan mereka yang tak jauh dariku. Lalu tiba – tiba BamBam
melirik ke arahku. “Krystal!!! Krystal memiliki suara yang lembut. Kalian ingat
ketika Krystal bernyanyi di depan kelas saat pelajaran seni musik waktu itu
bukan?”teriak BamBam. Aku sangat terkejut. Suaraku tak selembut yang mereka
bayangkan. Tetapi mengapa BamBam memilihku?
“Apa?”
kataku pura – pura tidak tahu.
“Benar
juga,” kata Danny lalu menghampiriku dan di ikuti Jeno dan BamBam. “Heyy
Krystal. Kau memiliki suara yang cukup bagus. Apa kau mau menjadi vokalis band
kami untuk ikut lomba minggu depan?” lanjut Danny.
“Apa
kalian gila?!! Suaraku tak sebagus yang kalian bayangkan!!” kataku mengelak.
Jeno kemudian duduk di kursi kosong sebelahku.
DEG..
Jantungku seakan berhenti berdetak. Dia lalu menatapku dengan lembut. Tatapan
itu membuatku seakan menjadi es yang telah meleleh.
“Aku
percaya padamu kau bisa. Tolonglah. Hanya demi kelas kita,” kata Jeno lembut.
Sangat lembut. Aku pun pasrah dan menerima tawaran mereka.
“Baiklah.
Kita mulai latihan hari ini sampai sehari sebelum lomba dilaksanakan. Pulang
sekolah nanti kita latihan di studio musik di rumahku. Kau tahu rumahku kan,
Krystal?” Tanya Danny. Danny memang dari keluarga yang kaya. Dia bahkan
memiliki studio musik sendiri dirumahnya untuk berlatih bersama Jeno dan
BamBam.
“Aku
belum tahu rumahmu,” kataku jujur.
“Tak
apa. Kau bisa membonceng denganku nanti,” kata Jeno menawarkan. Oh God. Mimpi
apa aku semalam? Kenapa hari ini begitu menguntungkan bagiku? Tentu saja aku
menerima tawaran Jeno tadi dengan anggukan pasti.
***
Sesuai
dengan kesepakatan tadi, aku pun berangkat menuju rumah Danny dengan membonceng
Jeno. Selama perjanan hatiku terus berdegup kencang seakan mau meledak. Aku
ingin segera sampai agar jantungku ini kembali berdetak secara normal. Tetapi
di sisi lain, aku masih ingin bersama Jeno. Dia mengendarai motornya dengan
santai. Tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Sesampainya
di rumah Danny kita langsung bergegas latihan. Lagu yang kita pilih adalah lagu
dari band Padi dengan judul “Sempurna” tetapi kita aransemen ulang agar menjadi
alunan musik yang akustik. Jeno sangat pandai dalam bermusik. Tak sampai satu
jam, irama kami pun jadi.
Setelah
selesai berlatih, aku pun pulang dengan di bocengi Jeno lagi. Sungguh, hari ini
adalah hari yang indah untukku. Sesampainya di depan rumah, aku segera turun
dan berkata pada Jeno, “Terimakasih untuk hari ini, dan terimakasih untuk
tumpangannya.” Jeno menatapku dan mengangguk.
“Sama
– sama. Selama latihan kau sangat serius tadi. Aku suka caramu bernyanyi.
Sangat baik,” kata Jeno memuji.
“Ahh,
tidak. Kau tidak perlu memuji seperti itu,” kataku. “Sudahlah. Hari hampir
malam. Sebaiknya kau segera pulang dan beristirahat. Hati – hati saat
mengendarai nanti. Jangan ngebut,” kataku mengingatkan. Dia mengangguk dan
tersenyum kemudian pergi meninggalkanku.
Setelah
selesai mandi, aku membuka laptop dan menulis sesuatu di blog pribadiku. Blog
ini sudah seperti diary bagiku. Setiap aku mengalami sesuatu yang menarik atau
hal – hal lainnya, aku biasa menumpahkan perasaanku di blogku. Termasuk tentang
Jeno. Hari itu aku menulis :
15 Agustus 2014
Terimakasih Tuhan telah
memberikanku banyak kebahagiaan untukku hari ini. Tatapannya yang lembut
membuat hatiku meleleh sepeti sebuah ice cream yang terkena panasnya sinar
matahari. Caranya mengendarai motor membuatku nyaman bersamanya. Entah mengapa,
aku merasakan sesuatu yang beda hari ini. Sesuatu yang membuat hatiku bergedup
tak karuan. Dan sepertinya, rasa kagum itu akan berubah menjadi sesuatu yang
lebih. Lebih dari sekedar kagum seperti biasanya.
Hanya
kata – kata singkat yang dapat kutuliskan hari itu. Aku tak tahu bagaimana cara
mengungkapkan perasaanku yang terlalu bahagia ini. Karena lelah, aku pun
memustuskan untuk tidur dan berharap dapat memimpikannya.
***
Hari
yang kami nantikan tiba. Hari dimana aku, Jeno, Danny dan BamBam tampil di
depan banyak siswa di sekolah. Kami pun telah memutuskan nama untuk band kami
yaitu, “Fly to the Sky”. Aku yang menberikan nama tersebut. Dengan harapan band
mereka sukses di masa depan seperti burung yang dapat terbang tinggi ke
angkasa. Aku hanya sebagai vokalis sementara di band ini. Aku tidak mau terus
ikut dalam band tersebut tanpa ada alasan yang jelas.
Dan penampilan kami sukses. Dan
kesuksesan tersebut membawa aku dan tiga temanku tersebut menduduki juara pertama.
Betapa bahagianya kami hari itu. Untuk merayakan kesuksesan, kami mengadakan
makan malam di sebuah café kecil. Walaupun hanya perayaan kecil – kecilan, tapi
itu sudah membuatku bahagia. Sangat bahagia seperti terbang ke angkasa yang
bebas. Di tengah makan malam itu, tiba – tiba Jeno mendapat telfon dari
seseorang. Dan sepertinya itu perempuan. Aku mecoba mendengarkan pembicaraan
mereka.
“Tentu saja sayang. Setelah ini aku
akan menjemputmu…. Tenang saja, ini tak akan lama. Besabarlah sedikit, ok?”
kata Jeno sambil memegang ponsel yang berada di telinganya. Dunia seakan
berhenti berputar. Pandanganku menjadi kabur dan telingaku tak dapat mendengar
dengan baik seperti tadi. Apa yang aku dengar tadi? Kata “Sayang” untuk siapa?
Menjemput siapa? Mengapa cara berbicaranya sangat berbeda dari biasanya?
Belum terjawab semua pertanyaan
yang melayang di benakku, Jeno kembali duduk bergabung denganku, Danny, dan
BamBam.
“Elly ya? Pacar barumu” goda
BamBam. Jeno hanya mengangguk dan tersenyum cerah.
“Ahh
aku lupa memberitahu Krystal tentang pacarmu itu,” kata Danny. “Heyy Krystal!!”
panggil Danny dan membuyarkan lamunanku. “Ohh iya.. Ahh aku sudah dengar tadi.
Selamat atas pacar barumu, Jeno,” kataku dengan senyuman pahit yang membuat
hatiku terasa seperti teriris – iris. Sakit sekali. Lalu, Jeno berdiri dan
berkata, “Krystal, bisakah kita bicara di luar sebentar?” pinta Jeno. Aku hanya
mengangguk lalu mengikutinya keluar café. Mungkin ini saatnya aku menerima
kenyataan terpahit di hidupku.
***
“Maafkan
aku,” kata Jeno dengan nada menyesal dan yang membuat hatiku semakin perih dan
membuat mataku memanas. “Aku sudah membaca semua yang ada di blog pribadimu.
Semua ceritamu tanpa terkecuali,” lanjutnya. Jangan!! Jangan menangis di sini.
Aku mohon. Tahan sebentar sampai dia selesai berbicara.
“Maaf.
Aku sangat minta maaf karena aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabatku, dan
tidak lebih. Cintamu datang terlalu lambat. Aku telah jatuh di hati orang lain.
Sekali lagi tolong maafkan aku,” kata Jeno lalu menunduk. Air mataku tak bisa
kubendung lagi. Air mataku mengalir dengan bebasnya di pipiku. Benar saja. Aku
harus menerima kenyataan pahit ini. Aku tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Air
mataku semakin deras mengalir. Ingin aku menjawab perkataannya tadi. Tetapi aku
tidak bisa. Mulutku seakan terkunci dengan rapat sampai – sampai aku tak bisa
berkata – kata. Bahkan tangisanku hanya seperti isakan – isakan yang tidak
jelas. Semua sudah terlambat. Tak ada yang bisa mengubah semua kenyataan ini.
Jeno pun pergi dan meninggalkanku yang masih berurai air mata di depan café
itu.
***
22 Agustus 2014
Hari itu aku menyadari bahwa aku bukanlah siapa – siapa kecuali
hanya sebagai sahabat baginya. Ya, sahabat.
Dan tidak lebih. Aku terlambat satu langkah. Aku seharusnya memberitahunya
lebih awal tentang perasaanku ini padanya. Rasanya seperti terbang tinggi
sekali. Lalu dihempaskan kembali ke bumi dengan sangat keras. Sampai benar –
benar hancur berkeping – keeping.
Tetapi apakah manusia dapat
merubah kenyataan? Sepahit apa pun, kenyataan itu harus kita terima dengan
lapang dada. Terimakasih telah hadir dan turut serta mengisi cerita hidupku.
Dan terimakasih atas kenangan – kenangan manismu.
Berbahagialah dengan kekasih barumu. Jaga dia. Jangan pernah sakiti
dia dan jangan pernah membuatnya menagis. Selalu buat ia tersenyum seperti dulu
kau membuatku tersenyum. Teruskan hubungan kalian sampai suatu hari nanti, aku
akan mendapat sepucuk undangan dari kalian berdua yang akan bertuliskan:
Jeno & Elly
Will be married
on….
Itu adalah hal terakhir yang aku
post di blog pribadiku. Dan setelah itu, aku tak pernah membuka blog ku lagi.
Sampai kapan aku pun tak tahu.
by : Dian Ayu
Fitriani