Ia segera mempersiapkan diri untuk
berangkat ke Seoul, ibukota Korea Selatan. Tujuannya hanya satu, yaitu School
of Performing Art Seoul atau yang biasa disebut SOPA. Gadis yang cukup pintar
dan berbakat ini tak menyangka dirinya mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di
SOPA. Dulu SOPA hanya impian baginya. Tapi sebentar lagi, ia akan segera meraih
mimpi untuk menuntut ilmu di SOPA.
Setelah menyiapkan seluruh
kebutuhannya, ia mempercantik penmpilannya dengan dandanan tipis. Ia bergegas menuruni tangga dan berjalan
ke meja makan.
“Lami,
kau sudah siap?” Tanya ibunya yang sedang mempersiapkan roti panggang
kesukaannya. Ya, gadis itu bernama Lami, Kim Lami. Dia berumur 18 tahun. Lami
adalah gadis yang ceria dalam keadaan apapun. Ia sangat menyayangi ibunya.
Ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu karena sakit yang di deritanya. Itulah
salah satu alasan Lami sangat menyayangi ibunya. Ia ingin melihat ibunya
tersenyum di masa depan saat melihat kesuksesan Lami. Ia akan berusaha sekuat
tenaga untuk membahagiakan ibunya.
“Tentu.
Aku sudah sangat siap, Bu,” jawab Lami penuh semangat dan tentu saja dengan
senyuman yang membuat wajahnya berseri – seri.
“
Kemarilah, ibu sudah mempersiapkan sarapan untukmu,” kata ibunya lembut. Lami
pun menghampiri meja makan dan mengambil satu roti panggang dan memakannya
dengan perasaaan senang. Ia tak sabar ingin segera berangakat ke SOPA agar bisa
segera melihat SOPA.
Setelah
selesai sarapan, Lami menghampiri pamannya yang sudah menunggunya diluar untuk
mengantarnya ke stasiun kereta. Ibunya turut ikut walaupun hanya sampai stasiun
kereta.
“Ibu,
Lami pergi dulu ya. Ibu harus selalu menjaga kesehatan ibu,” kata Lami saat
sampai di stasiun. “Iya. Kau juga harus makan yang teratur dan istirahat yang
cukup. Kau bisa pulang kapan saja kau mau.” Kata Ibu Lami menasehati. Lami lalu
memeluk ibunya dan meneteskan air mata. Tak beberapa lama setelah itu,
terdengar suara yang menandakan kereta Lami telah tiba. Lami melepaskan
pelukannya.
“Paman,
Lami titip ibu ya. Tolong jaga ibu selama Lami tidak disini,” pinta Lami. “Dengan
senang hati,” jawab pamannya. Lami lalu masuk ke kereta dan mencari tempat
duduknya. Setelah ia menemukan kursinya, ia duduk dan melihat keluar dan
melambaikan tangan pada ibu dan pamannya.
Setelah
beberapa jam perjalanan, Lami pun akhirnya tiba di Seoul dan segera mencari
tempat SOPA berdiri. Ia bertanya pada seseorang. Setelah mendapatkan informasi,
Lami pun bergegas menuju tempat yang dimaksud. Dan ia menemukannya. Gerbang
SOPA terbuka untuknya. Setelah masuk, Lami sangat kagum dengan segala fasilitas
yang ada. Karena tidak sabar, Lami pun segera mencari
letak ruang staff. Karena terburu – buru, Lami tidak sengaja menabrak seorang
gadis.
“Ohh, maafkan aku,” kata Lami lalu
memunguti barangnya dan barang gadis itu. “Terimakasih,” kata gadis itu sambil
tesenyum.
“ Iya,” jawab Lami dengan tersenyum
juga. “ Aku terlalu terburu –
buru tadi. Aku sedang mencari ruang staff,” lanjutnya. “Kau mau kesana?” Tanya
gadis itu.
“ Ya. Aku siswi baru dari Seoul. Aku mendapatkan beasiswa disini,” ungkap Lami.
“Benarkah? Aku pun juga mendapat beasiswa disini.
Kebetulan aku juga mau ke ruang staff. Kita bisa pergi bersama.” Kata gadis itu
penuh semangat.
“Tentu. Siapa namamu?” Tanya
Lami.
“Sunny,
Kwon Sunny. Namamu?
“Lami. Kim Lami. Senang bertemu denganmu,”
kata Lami sambil membungkukkan badan
“Aku juga,” Sunny balas
membungkukkan badan. Mereka
lalu berjalan menuju ruang staff. Disana mereka mengurus administrasi masing –
masing. Setelah selesai, mereka keluar dan berjalan menuju asrama mereka.
“Kau dapat kamar berapa?” Tanya
Sunny. “Kamar nomor 10,” jawab Lami. “Kau sendiri?”
“Kita
sama,” kata Sunny sambil tersenyum. “Bukankah ini bagus? Kita bisa menjadi
teman baik mulai sekarang,” lanjut Sunny.
“Ya,tentu saja. Kebetulan aku suka angka 10. Angka yang sempurna,” jawab Lami. “Sunny, berapa umurmu?” Tanya Lami.
“Aku 19 tahun,” jawab Sunny.
“Wahh..
kau bisa ku anggap kakak
mulai sekarang. Kau satu tahun lebih tua dariku. Aku 18 tahun saat ini,” kata Lami
dengan gembira.
“Baiklah, tetapi kau tak perlu memanggilku dengan
tambahan ‘kakak’, cukup Sunny saja,” pinta Sunny. Lami mengacungkan ibu jarinya
sambil tersenyum.
Selama
berjalan menuju asrama, Lami dan Sunny membicarakan banyak hal. Sunny ternyata keturunan
keempat Jepang – Korea. Ayahnya orang Jepang dan ibunya orang Korea. Dia pernah
tinggal di Jepang sebelumnya. Tapi setelah mendapatkan beasiswa ke SOPA, Sunny
memutuskan untuk tinggal di Korea ditemani bibinya. Sunny sangat fasih
berbahasa Korea. Ibunya yang mengajarinya. Lami dan Sunny memiliki banyak
persamaan. Contoh saja mereka sama – sama suka sarapan
dengan roti panggang, membaca novel, menonton film, dan banyak lagi. Mereka pun
baik dan murah senyum pada semua orang
tanpa terkecuali. Mereka tak hanya satu kamar di asrama, tetapi mereka juga
satu kelas nantinya. Sebuah awal yang baik untuk mereka berdua.
***
Sang
mentari menampakkan sinarnya dan membuat dua orang gadis yang tertidur pulas
perlahan membuka mata mereka. Lalu, mereka ingat hari ini hari pertama mereka
masuk sekolah dan tentu saja mereka tak boleh terlambat. Mereka pun bergegas bersiap – siap. Setelah
selesai bersiap diri, mereka pun berangkat menuju SOPA. Waktu masih menunjukkan
pukul 06.30. Tetapi karena terlalu bersemangat mereka pun akhirnya berangkat
lebih awal.
Sesampainya di sekolah, belum ada banyak orang yang
berangkat karena masih terlalu pagi. Hanya ada satu dua
orang yang berjalan menuju tujuan masing – masing. Sesampainya di kelas, Lami
dan Sunny melihat tiga anak perempuan sedang berbicang – bincang.
“Halo,”
sapa Lami dan Sunny ketika mereka berdua sampai di dekat tiga anak tersebut.
“Ohh..
Halo,” sapa salah seorang gadis. “Apa kalian siswi baru? Aku tak pernah melihat
kalian sebelumnya,” kata seorang gadis lainnya.
“Ya,
aku Sunny dan ini Lami. Kami
berdua mendapat beasiswa kesini. Senang bertemu,” kata Sunny dan disusul dengan
membungkukkan badan. Begitu juga Lami.
“Aku Irene, ini Joy, dan ini Naomi.” Gadis yang
bernama Irene tersebut memperkenalkan dirinya dan kedua temannya. “Kami dari
kamar 11,” lanjut Joy.
“Benarkah? Kita bertetangga rupanya. Kamar kami di
nomor 10. Kita bisa berteman mulai sekarang,” kata Lami dengan senyumnya yang
cerah.
“Tentu saja,” jawab mereka bersamaan. Mereka pun berbicata untuk saling mengenal satu sama lain. Tiba –
tiba datang dua orang anak laki – laki yang membuat lima gadis itu terkejut.
“Heyyy..
Wussup girl. Kalian pasti sedang membicarakan kita,” kata salah salah satu laki
– laki tersebut penuh percaya diri. Laki – laki yang satunya hanya berkata “Dia
yang berkata,bukan aku.”
“Hey Jackson!! Kenapa kau PD sekali?!!” kata Irene
agak sebal. “PD itu perlu Irene.” Jawab orang Jackson ringan. “Dan sepertinya
kita punya kawan baru,” lanjutnya.
“Ohh iya.. Lami, Sunny ini
Jackson dan ini Mark. Jackson, Mark ini Lami dan ini Sunny,” kata Irene sambil
menunjuk orang yang dimaksud. “Senang bertemu,” kata Lami dan Sunny sambil
membungkukkan badan. Lalu Jackson menawarkan makan malam untuk merayakan
perkenalan mereka. Jackson adalah anak yang baik dan menyenangkan. Tetapi
terkadang Jackson juga bisa menyebalkan seperti tadi. Sementara Mark adalah
anak yang lumayan pendiam. Dia satu kamar dengan Jackson. Walaupun pendiam,
tapi Mark adalah anak yang baik.
***
Hari
– hari ke tujuh anak muda tersebut dipenuhi banyak kebahagiaan. Mereka sering pergi bersama, makan
bersama, dan belajar bersama. Lami dan Sunny pun menjadi sahabat yang sangat
baik. Mereka selalu bersama. Tak hanya itu, mereka memiliki banyak barang yang
sama seperti tas, baju, sepatu, case handphone, dan berbagai aksesoris lainnya.
Mereka juga punya satu buku diary tetapi mereka gunakan untuk berdua. Buku itu
berwarna coklat dan sangat sederhana. Mereka membeli buku itu disebuah toko
aksesoris. Kebahagiaan maupun kesedihan mereka tumpahkan dalam buku itu sebagai
tanda pershabatan mereka. Mereka pun sering berfoto bersama dan mengunggahnya
ke jejaring sosial. Sampai suatu hari tujuh sahabat itu akan mengikuti camp
disebuah pegunungan di Korea. Camp itu ditujukan kepada anggota pecinta alam di
SOPA. Dan mereka termasuk didalamnya.
“Kenapa ingin ikut Camp itu?”
Tanya ibu Lami melalui
telefon. Lami sedang menelfon ibunya untuk meminta izin
mengikuti camp tersebut.
“Lami
ikut extra pecinta alam, bu. Sekolah mengharuskan semua angggota pecinta alam
ikut. Ibu tak perlu cemas. Banyak teman – teman Lami yang akan menjaga Lami.
Tolong izinkan Lami, bu,”pinta Lami. Ibunya menghela nafas panjang.”Baiklah,ibu
mengizinkanmu. Jangan lupa
jaga diri baik – baik. Dan jangan lupa menghubungi ibu.” Nasehat ibunya.
“Iya. Lami janji akan menjaga diri baik – baik. Lami sayang ibu,” kata Lami dengan gembira.
“Ibu
juga sayang Lami.” Lalu pembicaraan mereka terputus.
***
“Semua
siap?” Tanya Jackson memastikan. Keenam temannya mengangguk dengan senyuman. Waktu menunjukkan pukul 8
malam. Karena perjalanan cukup jauh, mereka memutuskan berangkat di malam hari
agar paginya sudah sampai. Mereka berangkat menggunakan mobil milik Mark tetapi
Jackson yang menyetir. Mark duduk di samping Jackson. Dibelakangnya ada Irene
dan Joy. Dan di tempat duduk paling belakang, ada
Naomi, Sunny, Lami. Lami duduk disamping Sunny. Tentu saja, karena mereka tak ingin dipisahkan.
Di dalam mobil Irene, Joy, dan Naomi berbicang –
bincang. Mark bersama Jackson mendengarkan musik. Tetapi tentu saja, Jackson
tak lupa boleh harus konsentrasi saat menyetir. Sementara Lami dan Sunny
berbicara mengenai mimpi mereka.
“Sekarang tanggal 3 September bukan? Dan sekarang
pukul 00.30?” Tanya Sunny pada Lami.
“
Ya, memangnya kenapa?” Lami balas bertanya.
“Tidak
apa – apa. Aku hanya mengatur waktu dan tanggal di ponselku karena tadi
ponselku mati.” Jelas Sunny.
“Kau tahu, aku ingin menjadi orang
sukses dimasa depan bersama kalian. Karena itulah aku tak ingin berpisah dengan
kalian. Dan aku ingin kita
terus bersama,” kata Sunny.
“Aku pun
begitu. Aku ingin kita terus bersama sampai kapan pun,” jawab Lami.
“Kita
semua juga,” kata Irene, Joy, Naomi, Mark, dan Jackson bersamaan. Ternyata
mereka mendengarkan pembicaraan Lami dan Sunny tadi. Lalu mereka pun tertawa
bersama dan dilanjutkan dengan candaan – candaan konyol dari Jackson yang
semakin membuat mereka tertawa bahagia.
Jalanan
sangat sepi malam itu. Hanya ada beberapa mobil yang berlalu lalang. Jalanan
yang licin karena terguyur hujan dan berkelak – kelok, memaksa Jackson untuk
extra berhati – hati. Hanya tawa mereka yang mengisi kesunyian di jalan ini.
Tiba –
tiba saja mobil tegelincir dan hilang kendali. Tawa yang mengiasi kesunyian
berubah menjadi teriakan ke tujuh anak yang ada dalam mobil tersebut. Mobil
berputar berkali – kali sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan. Salah satu
ban belakang mobil itu lepas. Kemudian keaadaan menjadi sunyi senyap dan tak
ada teriakan lagi.
***
Hari itu, setelah kecelakaan yang fatal terjadi,
Sunny masih belum sadarkan diri. Sunny langsung dioperasi karena pembengkakan
pada otaknya. Operasi memakan waktu 11 jam lebih. Operasi terhenti karena
tekanan darah Sunny terus menurun. Walaupun operasi telah dihentikan, Sunny
masih belum sadarkan diri dan tak ada perkembangan apapun. Bahkan nafasnya
sempat berhenti tiga kali. Tetapi sampai saat ini, Sunny masih bisa bertahan. Naomi mengalami luka cukup serius. Namun dia
sadarkan diri setelah menjalani operasi beberapa hari kemudian. Mark mengalami patah
tulang pada tangan kanannya dan Jackson mengalami patah tulang pada tangan dan
kaki sebelah kirinya. Setelah
operasi keduanya segera sadar. Sementara Joy dan Irene
hanya mengalami luka ringan. Tapi, tragisnya Lami tewas ditempat kejadian. Joy, Irene, Mark, dan Jackson telah mengetahui bahwa Lami telah
tiada. Tetapi tidak untuk Naomi. Naomi masih butuh istirahat yang banyak.
Karena tidak ingin Naomi terlalu shock, belum ada yang berani memberitahunya.
Sementara itu, Lami akan dimakamkan pada tanggal 5 September besok. Jenazahnya
diletakkan di Rumah Sakit Anam. Setelah dikremasi, abunya akan diletakkan di
sebelah abu ayahnya di Seoul, dekat dengan SOPA. Dulu rumah ayahnya didekat SOPA. Setelah menikah
dengan ibunya mereka pindah ke tempat yang lumayan jauh dari Seoul tetapi
daerah tersebut masih termasuk kota Seoul.
Ibunya begitu terpukul mendengar
berita bahwa putri satu – satunya yang beliau banggakan telah menyusul ayahnya
pulang ke pangkuan Tuhan. Ibunya
langsung diantar paman Lami bersama beberapa keluarganya yang lain. Ibunya
berusaha tegar melayani para tamu yang datang untuk memberikan penghormatan
terakhir pada Lami.
Langit Seoul sangat cerah hari ini. Tetapi sangat
kelabu di rumah sakit Anam, tempat Sunny, Naomi, Mark, dan Jackson mendapatkan perawatan . Tangisan pilu memecahkan keheningan di koridor
rumah sakit. Seorang wanita paruh baya berjalan menuju ruang ICU dengan
dituntun berberapa orang. Wanita itu adalah ibu Sunny yang baru saja datang
dari Jepang. Ketika ibunya memasuki ruang ICU, ia melihat Sunny yang terbaring
lemas di ranjang dengan bebagai macam alat bantu agar Sunny tetap bertahan.
Ibunya lansung mengamprir Sunny dan memegang tangannya dengan erat seakan tak
mau melepaskan ananknya.
“Nyonya, anda hanya boleh menemani Sunny selama 40
menit.” Kata dokter menjelaskan.
“Apa anak saya bisa terselamatkan?” Tanya Ibu Sunny pada dokter. Dokter pun menghela nafas panjang. “Pembengkakan di otaknya sangat parah.
Terlebih lagi tekanan darahnya terus menurun. Tetapi anak ibu cukup kuat. Ia mampu bertahan sampai saat
ini,” kata dokter berusaha menghibur.
“Aku ingin terus bersamanya,”kata ibu Sunny.
“Ia akan menemuimu saat ia bangun nanti. Kau harus
tetap kuat untuk bertemu dengannya nanti,” kata ayah Sunny yang berada disebelah
ibunya.
***
Tangisan Joy dan Irene pecah ketika peti yang membawa
jenazah Lami akan dikremasikan. Mereka tak kuasa menahan air mata ketika keluar dari Rumah Sakit Anam. Setelah mendengar
kabar bahwa salah satu sahabatnya telah pergi mendahului mereka, mereka
langsung menangis sejadi - jadinya. Mark dan Jackson juga hadir ke pemakaman
Lami walaupun setelah ini mereka harus kembali ke rumah sakit untuk kembali
medapatkan perawatan. Jackson harus menggunakan tongkat untuk berjalan. Naomi
tidak ikut karena memang belum ada yang berani memberitahunya. Ibu Lami jatuh
berkali – kali karena tak sanggup menahan tubuhnya. Paman dan bibinya selalu
berada disisi ibunya.
Setelah dikremasikan, abu Lami
pun dibawa ke tempat dimana abu milik
ayahnya berada. Tempat itu dipenuhi dengan banyak rak kaca yang di dalamnya ada
sebuah guci untuk tempat abu – abu orang yang telah
meninggal. Abu Lami diletakkan pada kotak kaca yang berada tepat di samping ayahnya.
Kotak itu sedikit lebih besar daripada milik ayahnya karena seharusnya kotak itu
berisi dua buah abu. Disamping abu Lami terdapat foto Lami ketika Lami masih
kecil yang tersenyum cerah sambil memegang ice cream di suatu taman bermain. Didalamnya
juga terdapat beberapa bunga untuk mempercantik kotak kaca tersebut.
***
Sunny
tiba – tiba berada disebuah ruangan yang berwarna putih. Semua putih, termasuk
sebuah pintu yang berada di depan Sunny. Samar – samar, Sunny melihat sosok
Lami didekat pintu tersebut sambil tersenyum ke arahnya. Senyum yang belum
pernah dilihat Sunny sebelumnya. Senyum sangat cerah dan juga lembut. Lami
kemudian melambaikan tangan pada Sunny dan akhirnya berbalik untuk memasuki
sebuah pintu putih tadi.
“Lami, kau mau kemana? Kenapa tidak mengajakku?” tanya
Sunny heran. Lami berbalik dan tersenyum kemudian berkata, “Aku akan pergi ke tempat
yang indah. Aku akan hidup bahagia disana. Sangat bahagia.“
“Kita bisa pergi bersama. Bukankah
kita sudah berjanji akan terus bersama sampai kapanpun? Aku pun sudah berjanji
padamu untuk selalu menjagamu dimana pun dan kapan pun. Aku akan menepati janji
itu. Ayo, kita pergi
bersama,“ kata Sunny seakan tak mau ditinggalkan Lami. Tetapi Lami langsung menggelengkan
kepalanya.
“Tidak. Kau tak perlu iku denganku.
Biarkan aku pergi sendiri kali ini,“ pinta Lami. Sunny tidak bisa membiarkan Lami pergi
sendrian. Tanpa pikir panjang, Sunny langsung menghampiri Lami dan memegang erat
tangan Lami.
“Ayo. Kita pergi bersama ke
tempat yang kau bilang indah tadi. Walaupun
kau melarangku untuk ikut denganmu, aku tetap akan pergi bersamamu,“ kata Sunny
sambil tersenyum. Lami pun pasrah. Ia pun menuruti kemauan Sunny.
“Baiklah, kita masuk ke pintu itu,” Lami menujuk
pintu tadi. Mereka kemudian masuk kedalam pintu tersebut sambil tersenyum. Mereka
berjalan menuju sebuah cahaya. Lama – kelamaan mereka berdua hilang, lenyap bersama
dengan cahaya dan berubah menjadi kegelapan. Seiring dengan lenyapnya mereka, terdengar
bunyi panjang dan datar yang membuat semua orang yang berada di ruang ICU merinding.
Pandangan mereka pun beralih ke mesin pendeteksi detak jantung. Hanya ada garis hijau disana. Dan bunyi
yang monoton yang tak diharapkan berbunyi.
Semua yang berada dalam ruangan itu
menangis sejadi – jadinya. Ibu Sunny menangis dan memanggil – manggil nama anaknya
sambil memeluk tubuh Sunny berkali – kali. Dokter dengan cepat datang
ke ruang ICU dan dengan sigap menyiapkan alat pacu jantung. Lalu menempelkan alat
tersebut pada dada Sunny. Berkali – kali dokter mencoba memacu jantung Sunny. Berkali
– kali juga tubuh Sunny seakan terperanjat ke atas. Tapi, tidak ada tanda – tanda detak jantung
Sunny kembali. Dokter pun meletakkan alat tersebut
dan mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya. Sang dokter menghembuskan nafas
panjang.
“Tanggal 7 September 2014, pukul
10.10 KST, Sunny berpulang ke pangkuan Tuhan,” kata dokter sambil menundukkan
kepala.Tangisan ibu Sunny pun semakin keras. Ia tak menyangka putrinya mendahuluinya pulang.
Setelah perawat selesai melepas semua alat yang ada di tubuh Sunny, sang perawat
pun menutup tubuh Sunny dengan selimut yang tadinya menyelimuti tubuh Sunny.
***
Joy dan Irene menjemput Naomi, Mark, dan Jackson
ke kamar mereka untuk pergi ke tempat penghormatan terakhir Sunny. Naomi memang
sudah mengetahui bahwa Sunny telah tiada, tapi dia belum mengetahui bahwa Lami
sudah lebih dulu meninggalkan mereka. Mereka akan memberitahu Naomi saat di
tempat penghormatan Sunny nantinya.
Setelah melakukan penghormatan
terakhir kali untuk Sunny, Mark pun berkata, “Sunny telah menyusul Lami ke
tempat yang lebih indah disana. Aku percaya mereka akan selalu tersenyum di
surga nantinya.“ Mata Naomi pun melebar dan langsung menoleh ke arah Mark.
“Apa maksudmu Sunny telah menyusul Lami? Apa
yang kalian sembunyikan dariku?“ tanya Naomi masih tidak percaya atas apa yang
dikatakan Mark tadi. Irene pun mendekati Naomi yang masih duduk di kursi roda
lalu merangkul bahu Naomi.
“Naomi, dua sahabat kita sudah
berpulang ke surga mendahului kita. Saat kejadian beberapa hari lalu, Lami
meninggal di tempat. Tuhan pun tidak ingin memisahkan mereka berdua. Lalu Sunny pun
menyusul Lami,” kata Irene menjelaskan. “Dan kau tahu? Orang tua Sunny
setuju, abu Sunny nantinya ditempatkan satu kotak bersama abu Lami,”lanjut
Irene yang kemudian memeluk Naomi sambil meneteskan air mata. Tentu saja Naomi
sangat terkejut. Ia memang menyadari setelah kecelakaan tersebut Lami tak
pernah terlihat. Tapi tak sedikitpun terfikir olehnya jika Lami telah tiada. Naomi pun
menangis. Isakan demi isakan terdengar di ruangan itu dan membuat Irene,Joy, Mark,
dan Jackson ikut meneteskan air mata mereka. Dan ruangan itu dipenuhi dengan
tangisan ke lima anak yang telah ditinggal dua sahabatnya tersebut.
***
Di depan sebuah kotak kaca yang
didalamnya berisi dua buah guci kecil dan dua buah foto anak kecil yang sama –
sama sedang memegang ice cream itu, lima anak yaitu Irene, Joy, Naomi, Mark,
dan Jackson hanya bisa menatap kosong. Mereka tiba – tiba rindu pada senyuman
sosok Sunny dan Lami yang selalu menghiasi hari – hari mereka. Tiba – tiba
ingatan Irene, Joy, dan Naomi melayang ke saat itu. Saat dimana kata – kata
yang hanya dianggap sebagai candaan, berubah menjadi kenyataan yang pahit bagi
semuanya.
***
Malam
itu hujan turun dengan derasnya. Lima gadis sedang berkumpul di kamar nomor 10
yaitu kamar Sunny dan Lami. Mereka sangat bosan saat itu. Tiba – tiba Joy mempunyai ide. “Bagaimana kalau kita bermain sesuatu,“
saran Joy. “Main apa?” Sunny pun bertanya pada Joy yang tengah memikirkan
sesuatu. Tiba – tiba Joy melihat sebuah pensil tergeletak di meja bundar yang
sedang mereka kelilingi. Joy kemudian
mengambil pensil itu dan memutarnya sambil berseru “Siapa yang akan mendapatkan
pacar lebih dulu?” setelah pensil berputar,pensil itu pun berhenti dan ujungnya
tertuju pada Irene.
“Wahh.. Irene akan segera mendapatkan pacar,” kata Joy
dengan senang. Lalu mereka pun tertawa. Permainan pun berlanjut. Berbagai
pertanyaan muncul. Sampai akhirnya Naomi menyebutkan sebuah pertanyaan yang
cukup membuat sahabat – sahabatnya terkejut.
“Siapa
yang akan mati lebih dulu?“ seru Naomi. Saat
akan memutar pensil yang dipegangnya, tangan Naomi pun dicegah oleh tangan
Sunny.
“Pertanyaan
macam apa itu? Kita bisa menanyakan hal yang lebih baik, Naomi,“ jelas Sunny.
“Heyy.. Ayolah ini hanya sebuah permainan. Tidak akan apa.” Elak Naomi yang
kemudian memutar pensil tersebut. Betapa terkejutnya mereka. Ujung pensil itu
mengarah tepat ke Lami. Tubuh Lami pun
terasa kaku. Nafasnya tercekat.. Ia takut dan tidak bisa berkata apa – apa. Sesaat
kemudian suasana menjadi sunyi. Hanya terdengar suara hujan diluar sana. Sunny
pun akhirnya memecah keheningan.
“Sudahlah
tidak apa – apa. Kau tidak akan mati lebih dulu. Kalau pun itu terjadi, maka
setelah itu aku juga akan menyusulmu mati. Aku janji akan selalu menjagamu,
Lami. Kau tenang saja,” kata Sunny sambil tersenyum. Lami hanya mengangguk
pelan. Ia masih memikirkan pensil yang menunjuknya tadi. Ia hanya bisa berharap
itu tak terjadi.
***
Mengingat kejadian itu, Naomi
pun tertuduk lesu di kursi rodanya. Ia sangat merasa bersalah. Ia tak menyangka
permainan itu menjadi nyata dan membawa kenyataan pahit. Pahit sekali. Setetes
air mata pun turun dari mata Naomi. Seakan tahu apa yang dipikirkan sahabatnya
itu, Joy dan Irene merangkul Naomi.
“Tidak apa – apa. Ini telah
menjadi takdir Tuhan. Melakukan atau tidak melakukan permainan itu, ini akan
tetap terjadi. Tak ada yang perlu di sesali. Kita masi berlima. Seterusnya berlima sampai
maut memisahkan. Kita akan menjaga satu sama lain. Iya kan?“ kata Mark dengan
bijak. Mereka tersenyum dan mengangguk.
Joy
lalu mengeluarkan pensil dan menuliskan angka 10 pada kertas tersebut. Angka 10
adalah angka favorit Lami. Tanggal 3 Lami
meninggal,disusul Sunny pada
tanggal 7. Dan Sunny menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 10.10. Dan 3 ditambah
dengan 7 akan menjadi 10. Sungguh, kebetulan yang sangat indah. Pensil yang digunakan
adalah pensil yang mereka gunakan pada saat bermain waktu itu. Dan kertasnya adalah
kertas dari buku diary Lami dan Sunny. Mereka lalu meletakkan pensil, buku diary
dan kertas bertuliskan angka 10 tersebut di kotak kaca tempat abu Lami dan
Sunny berada. Lalu mereka semua tersenyum diikuti dua sosok putih bercahaya
dibelakang mereka yang sedari tadi melihat ke lima anak tersebut. Dan sosok itu adalah Lami dan Sunny
yang tersenyum bahagia. Sangat bahagia. Walaupun senyum itu tak dapat dilihat
kelima temannya lagi.
Cerita ini terispirasi dari kisah dua orang
anggota girband Korea Selatan, Ladies Code yang bernama EunB dan Rise.
Disini EunB aku gambarkan sebagai Lami dan Rise
sebagai Sunny.
Ladies Code mengalami kecelakaan pada tanggal 3
September 2014 lalu setelah melakukan show di Daegu, salah satu daerah di Korea
dan merenggut nyawa EunB dan Rise.
Rise pernah berkata bahwa dia akan menjaga EunB
sampai kapan pun, sama seperti cerita ini. Walaupun tidak semua sama tetapi
inti dari kisah aslinya tetap sama. Yaitu “Persahabatan Sampai Akhir”
Aku berharap, baik EunB maupun Rise bisa
bahagia bersama di surga.
RIP
Go EunBi (23 November
1992 – 3 September 2014)
Kwon Rise (16 Agustus 1991 – 7 September 2014)
Dian Ayu Fitriani