Ancaman dari Aceh sampai Jawa-Bali
Berserah diri
pada Tuhan Yang Maha Esa ^^
dakwatuna.com
- Jakarta memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap ancaman gempa berkekuatan
hingga Mw 9 yang berpotensi terjadi di zona subduksi Selat Sunda. Selain
kondisi tanah Jakarta berupa endapan aluvial sehingga lebih rentan guncangan,
konstruksi bangunan di Jakarta belum disiapkan menghadapi gempa besar.
Hal itu
dikemukakan Udrekh, Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT), dalam diskusi di Jakarta, Senin (7/4/2014).
”Sebagai perbandingan, gempa tahun 2009 di selatan Jawa guncangannya terasa
cukup besar di Jakarta. Padahal, gempa saat itu baru skala Mw 7 dan MMI 4-5,”
katanya.
Dengan
kekuatan gempa di zona subduksi Selat Sunda (Sunda Megathrust) hingga Mw 8,7-9,
guncangan yang dirasakan di Jakarta bisa mencapai skala VIII MMI. Jarak Jakarta
dengan pusat gempa di Sunda Megathrust sekitar 170 km.
”Jangankan
VIII MMI, untuk skala VII MMI, menurut penelitian awal kami, kebanyakan
bangunan di Jakarta ambruk. Beberapa variabel penelitian meliputi usia
bangunan, bentuk, dan fungsi,” katanya. Penelitian itu, kata Udrekh, akan
diperdalam lagi. ”Untuk Lampung dan Banten, ancaman selain gempa, tentu
tsunami,” ujarnya.
Geologi Jakarta
Kepala Pusat
Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Haryadi Permana, mengatakan,
ancaman gempa Sunda Megathrust harus diwaspadai. ”Walau periodisasinya belum
diketahui, ancaman Sunda Megathrust memang nyata,” katanya, ”Potensi gempa lain
yang harus diwaspadai adalah Mentawai Megathsrust yang dianggap sudah mendekati
periode keterulangan sekitar 200 tahunan.”
Haryadi
menambahkan, wilayah timur Indonesia mulai dari Papua hingga sekitar Ambon,
Seram, ke Sulawesi Utara, juga rentan gempa dan tsunami. ”Namun, wilayah timur
belum banyak diteliti,” katanya.
Untuk
Jakarta, menurut Haryadi, tingkat kerentanan bertambah tinggi karena kondisi
geologi kota yang labil. ”Kota Jakarta berada di dataran aluvial. Sangat lunak
dan rendah sekali. Bahkan, sebagian daratan di bawah permukaan laut dan dialiri
11 sungai utama,” katanya.
Tanah aluvial
memiliki amplifikasi tinggi jika diguncang gempa. ”Mungkin beberapa pemilik
bangunan tinggi atau hotel-hotel sudah mendesain konstruksi bangunan tahan
gempa, tetapi bagaimana dengan tanahnya? Bisa jadi fondasi atau tanahnya
hancur,” katanya.
Menurut
Haryadi, di bawah tanah Jakarta terdapat sesar-sesar tua yang belum dipetakan
rinci. ”Dampaknya, kalau terjadi gempa di Laut Selatan, misalnya sekitar
Sukabumi, orang Jakarta biasanya lebih merasakan guncangan dibandingkan dengan
orang Bandung,” ujarnya, ”Saya menyarankan Jakarta dipantau oleh seismograf dan
GPS untuk memantau apakah sesar aktif.”
Untuk itu,
perlu upaya nyata dan masif, terutama di lingkungan pendidikan kebencanaan dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi. ”Pengurangan risiko bencana harus jadi
arus utama dalam pembangunan,” ujarnya. (AIK/Kompas/dakwatuna/hdn)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2014/04/12/49457/gempa-sunda-megathrust-berpotensi-ciptakan-tsunami-hingga-jakarta/#ixzz2ygx9IHXf